Bagaimana menurut kalian tentang oknum-oknum kekerasan yang
mengatas namakan agama? Juga para martir surga yang merelakan nyawanya?
Jika menurut kalian itu semua adalah perbuatan pintar maka kalian tidak
sependapat dengan saya, mengapa? Karena saya pikir kita tidak perlu
menyikapi agama terlalu ekstrem, maksud saya seperti mati, dan melukai
orang lain, bagaimana jika yang terluka adalah saudara seumat kita?
Saya dan teman-teman saya dari Demagogical suka membahas itu, pro
dan kontra pun timbul diantara kami. Tapi kami menyikapinya secara
simpel dan sambil tertawa. Saya mengajak kawan-kawan berbicara mengenai
sejarah terlebih dahulu. Sebenarnya jika dikupas dari awal akan memakan
waktu yang sangat lama, jadi saya akan hanya membahas ketika Indonesia
telah menginjak ke masa orde baru (1966-1998), dari buku tentang
Nusantara yang saya baca, sejarah kekerasan atas nama agama dan
meningginya semangat keberagamaan itu hingga sampai ke titik level
radikal, merujuk kepada era Soeharto, dan bagaimana para penguasa Orde
Baru ini menyikapi salah satu pihak/agama.
Sikap antagonis Soeharto kepada salah satu pihak/agama, kita sebut
saja Islam terutama pada masa awal-awal kekuasaannya, kerap diklaim
telah mendorong tumbuhnya gerakan atau kelompok radikal. Tekanan
Soeharto yang berlebihan terhadap gerakan Islam politik membuat
artikulasi keislaman mereka tersumbat. Karena itu, ketika kekuasaan
Soeharto tumbang dan ada ruang kebebasan yang cukup besar, berbagai
kelompok Islam politik itu bermunculan.
Tidak ada salahnya dalam penjelasan seperti itu bukan? Fenomena
sosial tidak terjadi karena satu faktor saja. Di tengah dominasi
kerangka berpikir pertarungan Islam dan Barat, atau prasangka-prasangka
berlebihan terhadap imperialisme Amerika. Perspektif historis menjadi
penting agar kita terhindar dari rabun jauh dalam melihat sejarah kita
sendiri.
Saya juga pernah mendengar cerita teman saya tentang suatu tempat
disebuah pulau yang terbagi menjadi dua provinsi yaitu Timur, dan Barat,
bagaimana mereka berperang karena perbedaan keyakinan. Apakah semua itu
harus terjadi karena masalah yang sepele? Saya menyikapi tindakan
seperti itu adalah tidak diperlukan, lagian satai saja lah, jangan
katakan iya untuk deskriminasi. Cukup dengan memeluk kuat keyakinan, dan
menjaga ideologi kita tanpa membuat kontroversi pada pihak lain.
Saya membuat lirik lagu berjudul Garda Martir Neraka, menceritakan
tentang kaum radikalis, saya kurang hafal dengan teori-teorinya, tapi
yang saya faham dalam kepala saya, saya tuangkan dan merangkumnya
kedalam sebuah lirik. Merangkum tentang bagaimana ketidakmestian
seseorang membela agama secara ekstrem dan mengada-ada, juga
menceritakan opini saya tentang mereka, mereka menyebut mereka para
garda martir surga, tapi saya menyebut mereka hanya sebagai perusuh, dan
orang-orang yang kurang faham tentang ilmu agama, dan UU di Indonesia.
Saya menyebutnya garda martir neraka.